Friday, August 13, 2010

Movie

Invictus
Ketika Maaf itu Sulit


Invictus

Out of the night that covers me,

Black as the pit from pole to pole,

I thank whatever gods may be

For my unconquerable soul.

In the fell clutch of circumstance

I have not winced nor cried aloud.

Under the bludgeonings of chance

My head is bloody, but unbowed.

Beyond this place of wrath and tears

Looms but the Horror of the shade,

And yet the menace of the years

Finds and shall find me unafraid

It matters not how strait the gate,

How charged with punishments the scroll,

I am the master of my fate:

I am the captain of my soul.

William Ernest Henley (1849 – 1903).




Di perlakukan tidak adil, dipenjara dalam sel yang sempit selama kurang lebih 30 tahun oleh lawan politiknya. Mandela bisa keluar tanpa ada dendam. Dia orang yang memiliki hati seluas samudra.


Beda banget dengan aku yang gampang naik darah. Disenggol sedikit langsung pengen ngegampar, dicela dikit langsung ngamuk, apalagi dihina wah ngajak perang itu namanya...

Tapi Mandela beda. Tiga puluh tahun dia dipenjara di sel yang sempit, dipaksa untuk kerja rodi, berkali-kali orang mencoba membunuhnya, berkali-kali diperlakukan tidak adil tetapi dia bisa lewati semua itu tanpa dendam bahkan pada orang yang mencoba membunuhnya. Dia merangkul semua orang, dia mencoba untuk mendamaikan semua orang dengan memberi contoh yang nyata. MENGAMPUNI TANPA DENDAM.


Orang yang kaya gini udah jarang banget ada di dunia. Mungkin bisa diitung pake jari kaki tangan orang se-er-te. Jarang.


Apalagi namanya di dunia kantor. Aseli bisa diitung pake jari kaki tangan satu orang mungkin. Lebih jarang lagi. Abis gimana dong kalo terlalu gampang mengampuni juga yang ada kita malah sering bener diinjek orang lain. Dunia kantor mah keras. Lebih keras dari batu bata. Mungkin sekeras batu kali yang gede-gede. Disitu semua orang maunya enaknya aja, ga mau susahnya. Giliran rempongnya pasti bawahan yang kocar-kacir, giliran uda sukses bosnya dah yang nyari nama. Nebeng sukses doang, secara bawahan yah uda kudu pasrah lah diapain juga yang penting terima gaji. Yah namanya bos bgitulah. Dimana-mana sama.

Paling rempong tuh klo dapet rekan kerja yang ga tau diri, ga pedulian dan ga berasa punya tanggung jawab. Waktu kita sedang rempong-rempongnya dengan segala macam urusan itu rekan kerja ngga bisa diajak kerjasama yah setidaknya sebagai sesama alas kaki si pak bos berbagi penderitaan lah, bersama dalam duka, derita dan air mata (lebay mode on).


Temenku mendadak punya hajat gede hari ini. Pengen RESIGN! Keselnya udah ke ubun-ubun. Klo suka nonton kartun bayangin aja mukanya merah padam dan dari telinga keluar asap kenceng. Dia kesel gila karena ditengah semua kerempongannya mempersiapkan acara kantor, tiba-tiba 2 orang teman yang bertanggung jawab untuk mengurus brosur dan tetek bengek plus tetek bengkaknya GA MASUK KERJA H-1. Yang paling bikin mau muntah karena ini udah bukan kejadian pertama. SERING!! So segenap hati, tenaga dan seluruh jiwa raga dia memutuskan RESIGN.


Klo kaya gini tiba-tiba sekelibat terlintas, layakkah mereka dimaafkan?

Contohnya kejauhan kali ya klo pake sosok Mandela. Mengutip istilah bestfren g, “Ga apple to apple” but yah sudahlah kembali saja pada inti pertanyaannya.


Layakkah mereka dimaafkan?


Orang bilang dunia kerja itu keras. Klo lo ga bisa ambil kendali yang ada pasti lo akan diijek dari atas, disikut dari samping dan ditekan dari bawah. Lo akan diperas sehabis-habisnya.


Layakkah mereka dimaafkan?


Teringat adegan Mandela yg dimainkan Samuel L. Jackson mengutip puisi favoritnya.


I thank whatever Gods may be

For my unconquerable soul

I am the master of my fate

I am the captain of my soul.

(Invictus, Nelson Mandela)


Tanya hati nurani sendiri. Layakkah mereka dimaafkan? Dan layakkah g menghakimi orang lain?


No body's perfect.

No comments: